Perjalanan Pulang dengan TransJakarta: Ekspektasi vs. Realitas

Saya pikir ini hanya akan jadi perjalanan pulang biasa. Ternyata, saya pulang dengan perspektif baru.

Pengalaman Baru: Mencoba TransJakarta di Jam Sibuk

Kemarin, setelah menyelesaikan urusan di kantor customer di sekitar Semanggi, saya memutuskan untuk mencoba sesuatu yang berbeda—naik TransJakarta. Biasanya, saya lebih memilih taksi agar praktis. Tapi kali ini, saya penasaran: seberapa efektif transportasi umum Jakarta saat ini?

Saya menyeberangi jembatan penyebrangan dan tiba di halte TransJakarta. Saat melihat papan informasi, saya sempat bingung. Ke arah mana saya harus naik? Jurusan apa yang benar?

Daripada tersesat, saya bertanya kepada petugas. Dengan ramah, beliau menjawab, “Naik jurusan Blok M, nanti turun di halte CSW.” Saya mengangguk, merasa lega. Tapi ini baru permulaan.

Antrean Panjang, Tapi Tertib

Halte penuh dengan orang-orang yang baru selesai bekerja. Antrean panjang, tapi tertib. Tidak ada dorong-dorongan, semua mengikuti aturan.

Ketika bus tiba, saya naik bersama penumpang lain. Suasananya cukup nyaman. Tidak sumpek, tidak ricuh. Hanya suara pengumuman halte berikutnya yang terdengar melalui speaker, beberapa penumpang berbincang pelan, dan sisanya sibuk dengan ponsel mereka.

Biasanya saya melihat Jakarta dari balik jendela taksi. Tapi kali ini, saya melihatnya bersama mereka yang mengandalkan TransJakarta setiap hari.

Halte CSW: Megah, Modern, dan Bikin Bingung

Begitu turun di halte CSW, saya langsung terdiam. Ini halte bus atau bandara?

Saya melihat sekeliling. Lantai mengilap, pencahayaan terang, eskalator tinggi, dan desain modern. Megah. Tertata. Tidak seperti halte yang saya bayangkan.

Tapi di balik kekaguman itu, saya kembali bingung. Dari sini, saya harus ke mana?

Saya bertanya lagi kepada petugas.

“Pak, kalau ke Ciledug, naiknya dari mana?”

“Lantai 5, Mas.”

“Lantai 5?” Saya sempat terdiam. Tidak menyangka halte bus bisa setinggi ini.

Saya mengikuti arus penumpang lain yang tampaknya sudah terbiasa. Begitu sampai di lantai atas, barulah saya sadar: jalur ini sangat penting bagi begitu banyak orang.

Antrean panjang, lebih panjang dari yang sebelumnya. Tapi tetap rapi, tanpa dorong-dorongan. Petugas sigap mengatur laju penumpang, memastikan semuanya berjalan lancar.

Tak lama, bus datang. Saya beruntung bisa naik ke yang masih kosong. Kursi empuk, AC dingin, dan suasana di dalam cukup nyaman.

Refleksi: Lebih dari Sekadar Perjalanan Pulang

Perjalanan berlangsung lancar. Yang mengejutkan, waktu tempuhnya hampir sama dengan naik taksi dari Semanggi! 😲 Saya sempat mengira TransJakarta akan jauh lebih cepat, tetapi ternyata hanya berselisih sedikit.

Namun, ada satu perbedaan besar: saya menghemat jauh lebih banyak biaya 💰, sambil mendapatkan pengalaman baru yang tak ternilai.

Sambil duduk di dalam bus, saya merenung. Jakarta yang saya kenal ternyata terus berkembang. 🌆 Halte-halte besar dan rapi, antrean yang tertib, serta banyaknya orang yang mengandalkan TransJakarta setiap hari—semuanya membuat saya lebih menghargai bagaimana kota ini berubah.

Saya datang dengan ekspektasi sederhana: perjalanan pulang yang praktis.

Tapi saya pulang dengan sesuatu yang lebih berharga—pengalaman baru, perspektif baru, dan rasa kagum terhadap kota ini yang terus berkembang. 🚀