Bagi banyak pekerja di Jakarta, jam pulang kantor sering kali menjadi waktu yang penuh tantangan. Pukul 5 atau 5:30 sore, jalanan mulai padat. Jika naik mobil, kemacetan sudah menunggu. Jika memilih transportasi umum, antrean panjang dan kepadatan sulit dihindari.

Dulu, saya juga mengikuti arus. Bergegas keluar kantor, terburu-buru menuju jalan raya, hanya untuk terjebak dalam hiruk-pikuk yang melelahkan. Sampai akhirnya, saya mencoba cara yang berbeda—bukan dengan mencari jalan pintas, tapi dengan memberi diri sendiri sedikit jeda.
Saya memilih untuk singgah sejenak ke masjid. Alhamdulillah, beberapa customer saya menyediakan masjid yang sangat nyaman. Tempat yang tenang, bersih, dan terasa damai. Semoga Allah memberikan keberkahan kepada mereka yang mengupayakan ini, karena sungguh, keberadaan masjid seperti ini sangat berarti bagi kami yang sering berpindah-pindah tempat dalam bekerja.
Begitu melangkah masuk, udara terasa lebih sejuk, suasana lebih teduh. Saya duduk di sudut yang nyaman, membuka buku yang selalu saya bawa, atau sekadar membiarkan diri beristirahat sejenak dari kesibukan hari itu.
Tanpa terasa, Adzan Maghrib berkumandang. Setelah sholat berjamaah, saya merasa lebih ringan, lebih siap untuk pulang. Jalanan pun sudah lebih bersahabat. Kadang, saya mampir sebentar ke warung untuk menikmati secangkir kopi atau makan malam sederhana sebelum benar-benar kembali ke rumah.
Tentu, setiap orang punya caranya sendiri dalam menghadapi jam pulang kantor. Ada yang perlu segera tiba di rumah untuk keluarga, ada yang lebih nyaman memanfaatkan perjalanan untuk hal-hal produktif. Tapi bagi saya, menunda kepulangan sedikit saja bisa membawa perbedaan besar—bukan hanya menghindari macet, tapi juga memberi ruang untuk diri sendiri bernafas.
Karena pada akhirnya, pulang bukan sekadar soal cepat atau lambat. Tapi bagaimana kita bisa tiba di rumah dengan hati yang lebih tenang.